#Day2- Life Vision and The Missions

Ada alasan yang menjadikan kita bertahan. Dan itu tugas kita; menjabarkannya dengan baik dan rinci.  Hingga pada saat ditanya nanti, kita bisa menjawab dan terang menjelaskan bahwa hidup kita bukanlah suatu kebetulan. Ada alasan-alasan baik yang membuat kita masih berdiri, ada alasan- alasan masuk akal yang membuat Sang Pemilik tidak kecewa- telah menumbuhkan kita hingga detik ini.

________________

Kakak saya mengajak saya bicara serius sore itu. Kami menduduki kursi ruang tengah sambil mendengarkan alunan Banda Neira di Spotify gratisan. Sebenarnya tidak terlalu serius, awalnya. Ada obrolan-obrolan ringan di awal ala-ala. Saling bully. Kesalnya, saya yang selalu kalah. Satu tahun lebih merantau nampaknya belum mengasah ilmu balas bully saya yang dari jaman dulu masih segitu segitu aja.

Di tengah percakapan, tiba-tiba kakak saya bertanya, "Apa kabar kuliahmu di sana, nak?"

Saya mendongak lalu menjawab dengan santai, "Baik baik aja, doakan nilaiku di semester ini ya, mas. Aku banyak takutnya."

Kakak saya tersenyum. Sebentar, beliau menyeruput es degan yang sedari tadi belum beliau habiskan. Lalu melanjutkan, "Bukan itu. Aku tidak masalah dengan nilaimu. Aku percaya berapapun itu kamu sudah dewasa untuk mempertangungjawabkannya."

"Lalu?"

"Bagaimana kegiatanmu di sana? Apa yang selama ini menyibukkanmu- selain belajar yang aku yakin itu pasti kau lakukan." Mendengar itu saya hanya bisa nyengir. Tidak, aku selalu tidak suka arah pembicaraan yang seperti ini.

"Aku suka ikut kegiatan kampus, mas. Tidak seberapa sih. Baru abal-abal aja, tapi aku menikmatinya," jawabku dengan ekspresi riang maksimal. Please, hentikan pertanyaan-pertanyaan semacam ini, mas.

"Begitu aja?"

"Iya."

"Kamu bahkan bisa melakukan itu semua selama di Jogja. Lalu sekarang kamu itu di Jakarta. Ceritanya mau sama?"

"Aku ikut rohis, mas! Hehe. Teman-temanku banyak yang baik-baik," jawabku dengan pede sekenanya.

"Ikut rohis itu harus. Setidaknya untuk menjaga lingkar pergaulanmu. Namun bukan itu."

"Terus apa lagi, mas?"

"Apa yang telah kamu lakukan untuk menumbuhkan dirimu? Kok aku melihat makin kesini bukannya adikku ini makin dewasa, tapi malah masih bertahan dengan jiwa anak-anaknya ya. Kamu boleh rajin belajar, kamu boleh berusaha aktif kegiatan, tapi kamu jangan lupa satu hal; kamu berusia 20 sekarang. Ada hal-hal yang perlu kamu pelajari untuk bekal hidupmu nanti. Kamu tumbuh dewasa, seharusnya. Kamu perlu belajar kemandirian, kamu itu sedang tumbuh menjadi perempuan masa depan. Aku takut, segala fasilitas ini melenakanmu. Suatu hari nanti kamu akan jauh dan sendiri. Kamu harus siap, adikku ini harus senantiasa siap. Juga, jangan lupa mengaji. Jarak ini membuat aku tidak tahu kabar ibadahmu. Semoga saja ketakutan ini tidak sungguh terjadi. Semoga kamu selalu ingat, di balik semua kesibukanmu ini, ada akhirat yang lebih memiliki janji."

Saya tertegun. Saya tidak menyangka akan rasa khawatir sedemikian itu. Kakak saya menanyakan kabar saya sebagai perempuan yang tumbuh dewasa! 

Selama ini yang saya tahu, saya hanya perlu belajar sebaik-baiknya agar menjadi statistisi yang tidak mengecewakan negara. Yang saya tahu, saya hanya perlu ikut kepanitiaan agar pengalaman saya berkembang- tidak itu itu saja. Yang saya tahu, saya hanya perlu rajin PMD agar tidak jauh dari jalanNya. Ternyata, dibalik itu semua, banyak yang saya belum tahu.

Iya, saya lupa bahwa saya adalah perempuan yang sedang tumbuh.

Di masa depan nanti, saya adalah perempuan yang posisinya harus diperhitungkan. Kalo kata kakak saya, saya adalah mahasiswa kedinasan yang lulus akan menjadi abdi negara. Namun saya juga calon ibu dan pengatur manajemen keluarga. Katanya saya tidak boleh menjadi biasa. Ada bekal-bekal yang harus dipersiapkan. Masa iya saya tidak pintar dan tidak solehah? Mau dibawa kemana hidup saya nantinya?

Juga, bukan cuma saya, tapi juga kamu. Kita masih punya cita-cita yang perlu diperjuangkan. Pun di luar statistician-soon-to-be. Bukan kebetulan, saya ingin mempunyai buku sedari dulu. Saya ingin menjelajahi atlas yang sungguhan. Saya ingin berbagi kebahagiaan dengan anak-anak pedalaman. Saya ingin punya keluarga yang sehat, pintar, dan rajin mengaji. Saya banyak inginnya memang :) Kakak saya bilang, saya harus punya cara-cara untuk menjadi perempuan seutuhnya. Yang dewasa dan seimbang dunia- akhirat. Dan yang saya sebutkan di atas baru sebagian kecil cara yang sudah saya rencanakan di kepala.

 Btw, jangan lupa bilang Aamiin! :) Semoga visi misi kita terkabul ya!

Comments

Popular posts from this blog

Book Review : Art of Dakwah

Menghadapi Perempuan