Journal Of Amelia Rizki

Assalamu 'alaikum





               
      Sabtu malam kemarin (14/04) Senat Mahasiswa Politeknik Statistika (Polstat) STIS melaksanakan Pengkaderan Internal II, salah satu proker rutin dari Unit PSDM. Pengkaderan Internal kali ini berbeda dari sebelumnya. Jika sebelumnya PSDM mengundang speaker ke kampus untuk mengisi materi, kali ini pesertalah yang bergerak ke luar untuk mencari.

                   Kan ilmu itu dicari, bukan ditunggu. Ok.

                 Dialah Supermentor-22! Salah satu acara rutinnya Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang kali ini menjadi pilihan PSDM. Supermentor-22 ini menampilkan pembicara-pembicara yang sejak awal saya melihat posternya, pikiran pertama saya adalah : Wagelaseeh! Ngga mungkin banget ngga sih ngga join ginian? Kebetulan banget akhir-akhir ini lagi sering krisis jati dan kepercayaan diri. Butuh ilmu-ilmu baru, butuh spirit charging yang macam gini banget!

             Nah di postingan kali ini, saya mau share tentang hal-hal yang saya dapatkan kemarin. Sebenarnya lebih ke nulis untuk diri sendiri sih agar dapat diingat lagi di lain waktu. Agar jika suatu saat mengalami situasi diri yang sedang tidak well-well banget, bisa baca-baca di sini lagi. Karena kalau tidak ditulis, apa yang saya dengar cepat sekali menguap dan hilang. Kan sayang.

                   Okay, berikut apa yang saya dapat dari speakers. Tidak terlalu lengkap, tapi semoga tetap bermanfaat :)

Achmad Zaky,- CEO Bukalapak
Pict source : Netz.id

          Achmad Zaky banyak bercerita tentang awal mula Bukalapak terbentuk, sepak terjangnya, hingga kesuksesan yang telah beliau tuai sekarang. Bukalapak : salah satu pasar online terkemuka di Indonesia yang telah menjadi perusahaan Unicorn. Telah berhasil menyediakan lapak untuk siapapun yang ingin menjual ataupun membeli. Telah berhasil menghidupi kurang lebih 1500 karyawan. Dan telah menjadi lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan di sini satu per satu.

              Siapa mengira bahwa awalnya, Bukalapak terbentuk dari ide liar seorang mahasiswa tingkat awal yang mengajak kolaborasi teman kosnya. Bukalapak terbentuk dari kamar kosan, begitu Achmad Zaky mengistilahkan.  Beliau dan temannya berbagi tugas untuk mewujudkan ide yang ada di kepala. Bukalapak akhirnya tumbuh dan terus tumbuh. Hingga sekarang. Lalu, apa kunci dari kesuksesan yang didapat selama ini?

1. Perbanyak kegagalan

Memperbanyak kegagalan berarti berani memperbanyak peluang. Apapun kesempatan dicoba aja. Hasil dipikir belakangan. Karena katanya, kita tidak akan berubah kalau kita sendiri tidak berani mencoba. Karena katanya, kita tidak akan berhasil kalau kita sendiri tidak berani untuk gagal.

“Saya dulu punya uang dari hasil lomba. Lalu saya bertemu seseorang di sekitar kampus saya yang bisanya bikin mie ayam. Karena ingin membantu dan memulai berlatih usaha, yaudah, kami berdua bikin warung mie ayam. Jalan ngga? Jalan kok. Enam bulan duit saya habis. Ya, sebelum seperti ini, saya juga pernah gagal. Namun itulah yang menjadi pembelajaran.”

Achmad Zaky tidak pernah mundur. Beliau mencoba hal lain, berlatih usaha lagi, rajin baca buku bisnis, dll. Dan akhirnya, see? Beliau punya Bukalapak. Itu semua belum tentu terjadi kalau misal dulu, beliau hanya kuliah-kuliah saja tanpa mau mencoba kegagalan.

“Saya juga pernah ditawari project membuat software. Walaupun awalnya saya belum bisa, tapi saya iyain aja. Kan semua hal dapat dipelajari di google, demikian pikir saya. Saya beneran bikin dan jadi. Dulu saya mematok harga 1.500.000 dan saya kemudian tahu kalau itu bisa berharga ratusan juta sebenarnya. Tapi tak apa. Kala itu, proses penciptaan dan istilah berhasillah yang saya cari”

Pokoknya berani saja berkata iya. Oke siap, kak!

2.     2. Find our purpose  

“Tentukan tujuan dan itu bukan uang. Segala hal yang ingin kita raih, sejak awal diniatkan tidak untuk uang. Namun pembelajaran. Karena uang banyak malah dapat menjadi godaan. Mending dibelikan rumah atau apa yang penting tidak menimbun banyak uang.”

Ketika sudah tau tujuan kita mau apa, maka eksekusi. Komitmen terus untuk berusaha menumbuhkan apa yang ingin kita raih. Terus dan terus hingga berhasil sampai kita memiliki self-confidence yang dapat menjadi penguat kita untuk terus melakukan lagi dan lagi.

Bima Arya,- Walikota Bogor
Pict source : politikabogor.com
            Pak Bima Arya merupakan seorang dosen sekaligus politikus Indonesia. Beliau menjabat sebagai dosen di Universitas Paramadina sekaligus Walikota Bogor. Dari apa-apa yang telah beliau raih semasa hidupnya, banyak sekali pembelajaran untuk para kawula muda yang akan menjadi generasi penerusnya di masa depan. Pada Supermentor-22 ini, Pak Bima berbicara tentang Millenial Challenge. Tentang fenomena millennial yang tidak hanya dihadapi sejuta kesempatan, tetapi juga sejuta tantangan.

            3F; tiga kunci dari Pak Bima Arya untuk millennial dalam menghadapi kesempatan sekaligus tantangan. Check it out!

1. FOCUS

Anak muda harus punya tujuan. Kita harus punya tujuan. Agar paham mau seperti apa diri kita di masa depan nanti. Pak Bima Arya mengemukakan bahwa ada dua konsep pemuda, yaitu :

Passion dan Prediction

Dua hal yang harus dimiliki beriringan, tidak cukup hanya salah satu. Orang-orang yang memiliki passion berarti sudah paham mau kemana dan dengan cara apa dirinya berjalan nanti. Orang-orang yang mengerti apa yang istimewa dari dirinya dan bagaimana mengembangkan keistimewaannya. Orang-orang dengan passion adalah org yg interest dalam berinteraksi, suka banyak bertemu orang, dan tidak hanya terkungkung dengan rutinitas. Atau dengan kata lain, berani untuk keluar dengan zona nyaman.

“Semakin cepat ketemu passion, semakin cepat jadi sukses.”

Jadi setiap orang jelas memiliki passion, pun termasuk kita. Bedanya satu orang dengan orang lainnya adalah kecepatan dalam menemukan atau sadar dengan passion yang ia punya. Kamu apa kabar, Mel? :” Lalu about prediction, setiap millennial harus mampu membuat perkiraan tentang kemampuan yang ia punya.Seberapa yang mau ia kembangkan dan kapan waktu-waktu pencapaian yang ia inginkan. Kapan, mel?”

Kata Pak Bima, ada tiga type anak muda jaman now, yaitu :
a.       Anak muda yang asik sendiri dengan dirinya
b.      Anak muda yang tidak tahu mau kemana
c.       Dan anak muda/ generasi yang sudah selesai dengan dirinya

Lalu kita termasuk type yang mana ya? Semoga kita dapat terus belajar untuk menjadi type ke c ya. Yang sudah selesai dengan dirinya. Yang sudah mampu menyelesaikan segala keresahan diri, sehingga bisa bersiap untuk orang lain juga. Tidak hanya diri sendiri.

2. FIGHT

Millenial harus selalu siap untuk berjuang menghadapi tantangan. Never forget what you are fighting for the bigger picture. Jangan pernah lupa walau di tengah jalan ya, jangan pernah lupa.

“Juga, fight gabisa sembarang fight. Ingat apa yang dari awal kita perjuangkan. Dengan ingat, itu akan membuat kuat, akan membuat kita on the track. Hidup sekali, hidup harus punya arti.”

Pak Bima menyampaikan kalimat yang dunia pernah mendengar bahwa, hati hati dengan pikiran karena pikiran bisa jadi kata kata. Hati hati dengan kata kata karena bisa jadi tindakan. Hati hati dengan tindakan karena bisa jd kebiasaan. Hati hati dengan kebiasaan karena bisa jadi karakter. Hati-hati dengan karakter karena bisa jadi hidup anda.

Dan jangan pernah lupa untuk terus belajar dan memperjuangkan, kompetensi itu 30%, skill yang 70%.

3. FRIENDSHIP

Satu hal yang mungkin kita bisa lupa adalah persahabatan. Friendship. Friends always be friends. Jadi gubernur ada ujungnya, jd CEO ada akhirnya. tp persahabatan selamanya. All about friendship. Yuk kita gunakan kesempatan yang masih ada ini tidak melulu tentang peruntungan diri sendiri, tapi orang lain.

Dan akhir kata dari Pak Bima adalah Do ur best and God will give the rest.


Ridwan Kamil,- Walikota Bandung
Pict source : me

            Pak Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil merupakan…wagelaseeh pakai dijelasin lagi? Sepertinya tidak perlu ya hihi, secara Kang Emil merupakan salah satu tokoh Indonesia yang memang hitz bat baik di dunia nyata maupun di media sosial. Kang Emil, Walikota Bandung yang baru saja purna ini sudah tidak perlu dipertanyakan lagi kiprahnya selama menjadi walikota. Banyak sekali perubahan jelas terlihat, mulai dari infrastruktur Kota Bandung yang makin rapi, pengadaan banyak Ruang Terbuka Hijau (RTH), restorasi sungai, pembangunan Taman Film Cantik, dan seabrek program kreatif lainnya berhasil menjadikan Kota Bandung sebagai kota berperingkat 1 setelah sebelumnya berada di peringkat 300an. Bukan main!

            Saya sendiri, to be honest, merupakan follower berat instagram Kang Emil. Habisnya selain oke punya, doi lucu juga dah di tiap captionnya. Hehe. Oke skip.

            Nah di Supermentor kali ini, Pak Ridwan Kamil sebagai pembicara terakhir menyampaikan fenomena tentang dunia era kini dan tips-tipsnya. Penasaran jangan? Cus lah.

1. Dunia Sedang Kompetitif

Menurut Pak Ridwan Kamil, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah menambah softskill, “karna orang kayak kamu tu makin banyak.”  Millenial harus pinter cari peluang, apalagi dengan digital.

2. Dunia Makin Ekstrim

“Dunia makin sedikit yang offline. Segala hal sudah menjadi online. Manfaatkan dengan baik, tapi teknologi jangan menjauhkan pada kemanusiaan.”

3. Dunia Makin Berbahaya

Jika tidak berhati-hati, bisa saja kita menjadi warganet yang kalah oleh bahaya dunia ini. Contoh sederhananya adalah perilaku di media sosial. Kita bisa melihat banyak sekali hal buruk terjadi secara online. Debat di kolom komentar, hate speech, and many others. “Beda kebudayaan tetap berteman, beda keyakinan ngga usah musuhan.”

Kita sebagai millennial seharusnya paham betul bahwa hari ini bukan lagi tentang mencari informasi, tapi memilah. Karena informasi terlalu banyak. Lalu cara membedakan hoax?

“Kalo tidak muncul di kantor berita mainstream, bisa disimpulkan sendiri. Karena kalau berita benar, pasti diberitakan di kantor berita mainstream.”

4. Dunia Makin Terkoneksi

Apa apa berlangsung online. Sudah tidak ada batas. Lalu tugas kita adalah “Jangan jadi buih buih di lautan, banyak tapi nga ngaruh. “
Harus jadi millenial yang kompetitif.

Selain itu Kang Emil juga menyampaikan kalau Indonesia mau jd negara hebat, harus demokrasi damai kondusif.

Lalu pesan-pesan Kang Emil untuk kita nih gaesss, saya sampaikan point-pointnya sahaja yha:

1.Kualitas Millenial
Knowledge is power, but character is more

2. Agen Perubahan
Cari ladang amalnya.

3. Pengambil Resiko
Yang tidak berani, jadi pecundang.
Allah selalu bersama mereka yang pemberani.

4. Visioner
Adalah menjadi orang yg bisa membaca 5 th lagi mau jadi apa, 10 th ke depan mau jadi apa. Indonesia butuh generasi baru yg bisa berpikir bukan untuk hari ini tapi masa depan.
Dan juga ketika sudah tercapai nanti, “Jangan pernah bekerja cari penghargaan, jangan bekerja cari pujian .”

5. Inovatif
Level tertinggi dr kreativitas

6. Determinasi
"Jangan minta dimudahkan urusan, tp dikuatkan pundak"

“Mimpi boleh melangit, tapi kaki tetap membumi
Kepemimpinan terbaik adalah dengan teladan.”, sekian dari Kang Emil. Hatur nuhun.

Ternyata, bikin postingan ginian itu seharusnya tydac satu hari. Wkwk. Tapi kalau tidak diselesaikan langsung, ntar kapan selesainya ye kan. Yaaash, dan akhirnya selesai sudah apa yang saya dengar dan terima di Supermentor-22 kemarin. Hanya ada tiga, seharunya empat. Pak Dino Patti Djalal, maaf ya pak. Saya sama sekali belum kepikiran nyatat pas Pak Dino berbicara, saking bersemangatnya saya. Hehe. Juga tidak sempat mengabadikan karena terlalu sibuk excited mendengarkan, jadilah banyak gambar diambil dari sumber lain. Ndakpapa. Ndakpapa. Sekian, semoga dapat dibaca terus ya Meel buat pengingat diri sendiri. Syukur-syukur ada orang lain yang ikutan baca juga, tapi sepertinya tidak. Yaudah, aku paksa Safi baca aja, biar ada yang baca :( wkwkwk. Selamat malam!





Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


                Besok banget, seluruh elemen mahasiswa tingkat 3 STIS akan terbang ke Bengkulu untuk menunaikan Praktik Kuliah Lapangan (PKL). And the day is coming very soon!

PKL itu sendiri adalah sebuah kepercayaan dan tanggung jawab dari kampus dan negara yang wajib dikerjakan setiap mahasiswa tingkat 3. Dari mulai tema, masalah, tujuan, pengurus, kuesioner, petugas, pelatihan, dan lainnya adalah dari angkatan dan dikerjakan oleh angkatan (dengan bimbingan dosen tentunya). Rangkaian dari PKL itu sebenarnya selama dua semester di tingkat ini. Untuk kegiatan mencacah di lapangannya besok dua minggu ke depan ini., sedangkan untuk hasilnya akan diolah, dianalisis, dan disajikan di semester selanjutnya.

So excited! Karena PKL merupakan sebuah ajang penerapan sesungguhnya dari ilmu-ilmu yang telah dipelajari di kelas selama lima semester lalu. Jika sebelumnya yang dikerjakan masih sebatas berhitung dan menghafal teori, di PKL inilah kemampuan memperjuangkan data yang sebenarnya akan diuji. Semua ilmu, terutama dari matakuliah semester 5, benar-benar dipakai. Pokoknya, sedikit pekerjaan BPS akan tergambar di masa ini. Skala sedikitnya belum tau sih se-sedikit apa, but it works! Vibes sebagai seorang mahasiswa STIS benar-benar akan terasa.

 Tema PKL kali ini adalah Kajian Perspektif Kemiskinan dari Pengeluaran Rumahtangga dan Perilaku Menabung serta Determinannya di Provinsi Bengkulu tahun 2018. Kami akan disebut sebagai Petugas Cacah Lapangan (PCL) yang akan disebar dalam tim-tim kecil di seluruh penjuru Provinsi Bengkulu. Bak Dora The Explorer, berbekal peta, kami akan menyusuri satu persatu wilayah, mengetok satu persatu pintu, dan mengambil data singkat rumahtangga (ruta) untuk selanjutnya diambil sampel dari data yang kami dapatkan. Setelah mendapatkan sampel ruta, seperangkat kuesioner belasan halaman akan kami bawa untuk berkunjung kembali di ruta-ruta yang terpilih. Mereka akan menjadi responden yang memberikan sumber informasi sesuai pertanyaan di kuesioner. Uhuy! Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik ya bapak ibu mas mbak dan siapapun itu yang nanti bakal jadi responden.

Nah! Sampai sini dulu ya. Kisah #SebuahPKL selengkapnya InsyaAllah akan ditulis di postingan-postingan selanjutnya. Sampai jumpa! Doakan misi kami kali ini berhasil, mendapat data dengan baik, dan dapat kembali dengan sebaik-baiknya keadaan. See ya!


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

                Tau tidak salah satu hal yang membuat perempuan feel so happy happy? Benar! Itu adalah punya waktu untuk memasak. Sabtu ini, berhasil banget doing some kerjaan perempuan sebelum kembali ke kesibukan lain-lain. Salah satunya adalah belanja-belanja kecil ke pasar dan niat buat makan masakan sendiri yang harus enak banget! Nah sebelumnya terima kasih banget dong teruntuk cookpad yang selalu jadi andalan inspirasi resep anak muda. Berkat inspirasi Cookpad, Ayam Teriyaki saya bisa berhasil (dalam versi saya sendiri). Hehe.

Uhuy


                Nah gara-gara excited sendiri dengan hasil masakan sendiri, saya berpikir ini penting untuk berbagi resep yang saya pakai. Dengan beberapa perubahan karena keterbatasan bahan, kehematan biaya, penyesuaian selera, dan modal coba-coba rasa, here we are! Ayam Teriyaki ala Amelia Rizki.

Bahan-bahan :
1.       125 gr dada ayam (dipotong-potong)
2.       1 siung bawang putih (dicincang kasar)
3.       2 siung bawang merah (dicincang kasar)
4.       2 sdm kecap manis
5.       Secukupnya saus tiram
6.       Secukupnya saus teriyaki
7.       Secukupnya lada
8.       Secukupnya garam
9.       Secukupnya gula
10.   7 cabai rawit
11.  Biji wijen

Tahapan memasak:

  1. Cuci daging ayam dengan air mengalir dan harus sebersih-bersihnya
  2. Rebus daging ayam dalam air mendidih hingga setengah matang. Sebenarnya ini opsional sih, tapi berhubung saya agak parno dengan daging yang kurang matang, maka saya rebus dulu agar hilang rasa was-wasnya
  3. Sembari menunggu daging ayam, persiapkan bumbu-bumbu
  4. Daging ayam yang sudah setengah matang, diangkat. Lalu mulai siapkan penggorengan untuk menumis
  5. Tuang sedikit minyak ke atas penggorengan lalu masukkan bawang putih dan bawang. Tumis sampai harum (fyi, aku pakai api sedang agar supaya tidak mudah overcooked)
  6. Lalu masukkan daging ayam yang sudah ditiriskan ke penggorengan. Tumis sebentar
  7. Masukkan sedikit air ke daging ayam tersebut
  8. Masukkan kecap manis, saus teriyaki, saus tiram, lada, garam, gula, dan cabai yang sudah dipotong-potong
  9. Aduk-aduk sebentar (kalau ada tutup penggorengan lebih bagus, biar bumbu lebih meresap, tapi karna di kos tutupnya ngga ada, jadi ya ngga apa-apa terima aja hehe
  10. Uji rasa. Sedikit diicip, kalau ada yang kurang ditambahkan. Kalo pengalaman saya, saya tambahkan air dan gula. Sesuai selera pokoknya
  11. Taraaa! Sudah ayam teriyaki sudah siyap dong. Angkat dan hidangkan di atas piring. Oiya, terakhir tambahkan wijen secukupnya di atas ayamnya J
Jadi kurang lebih seperti itu teman-teman. Begitu sederhana ala-ala anak kos, hemat, dan rasanya boleh dicoba. Serius weh, bisa jadi moodbooster untuk beraktivitas selanjutnya. Selamat mencoba! Yippi yippi!

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


                Dulu saat saya masih berstatus remaja awal, kakak saya sering memberi nasehat  tentang apa-apa. Seharusnya sejak dulu saya bersyukur, tapi sayangnya tidak. Malah seringnya masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Sampai kakak saya gemas bukan main. Dan parahnya lagi, sayanya tidak sadar kalau salah.  Pokoknya, sebuah fenomena adik yang tidak tahu diri. Wkwk.

                Waktu itu saya kelas X. Saya ingat kakak saya pernah meminta saya untuk memakai rok kalau kemana-mana. Mau sih saya, tapi ya kalau lagi mau aja. Dan seringnya tidak mau. Di pikiran saya kala itu, pakai rok itu ribet. Kan yang penting menutup aurat ya, jadi pakai celana aja kayaknya tidak apa-apa. Lagian saya kurus, jadi ya walau pakai jeans, tidak bakalan jadi seksi. Huahaha. Namun perjuangan kakak saya dalam mengingatkan saya tidak berhenti sekali saja. Terus menerus, setiap hari. Sampai-sampai saya pernah menangis karena merasa terlalu banyak diatur. Benar, pikiran saya dulu sesempit itu. Huhu.

                Sampai akhirnya saya di titik sekarang. Titik di mana saya baru mulai sadar bahwa saya tidak akan menjadi sekarang tanpa cara Allah mengingatkan melalui kakak saya. Saya benar-benar baru sadar bahwa kita hidup sekarang, tidak terlepas dari pelajaran yang diberikan orang-orang di sekitar kita. Yap, kita tidak benar-benar tumbuh dengan sendirinya. Kita tidak sehebat itu. Ada peran-peran dari luar yang kita sadari atau tidak, ikut membentuk kita yang sekarang.

                Makin ke sini, saya makin resah dengan pertanyaan : bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari hari ke hari? Saya sadar, saya tidak dapat belajar sendiri.  Terus gimana dong? Kan malu ya, bilangan usia makin banyak, tapi sikap dan sifat masih gini-gini aja. Saya tidak mau jadi manusia yang celaka, help. Galau gitu ceritanya…

                Lalu saya jadi ingat kakak saya (lagi).

Kata beliau, “Kalau mau berubah, turunkan dulu gengsi kita. Sadar diri aja, kalau sejatinya kita belum apa-apa. Sadar diri aja, kalau sejatinya kita belum sebaik yang kita kira. Belajar dari orang-orang dan kesalahan masa lalu. Jangan sombong dengan tidak mau mendengar nasehat orang lain. Aku memang belum apa-apa juga, nak. Aku juga belum sebaik yang seharusnya. Namun kakakmu ini, 10 tahun hidup lebih dulu daripadamu. Kakakmu ini sudah lebih banyak merasakan pengalaman pun yang gagal-gagal. Kakakmu ini hanya ingin adiknya yang perempuan ini, tidak melalui kegagalan yang sama. Tidak melalui kesalahan yang sama dengan kakaknya. Harapan seorang kakak kepada adiknya sebenarnya hanya itu. Tidak perlu kamu harus menjadi ini itu. Cukup bagiku, kamu jadi adik yang mau mendengar dan belajar.”

Jadi, kuncinya adalah terbuka dengan nasehat orang. Karena sesederhana tidak mendengar nasehat saja, akhirnya membuat rugi diri sendiri. Berarti, kita menolak untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Berati, kita melewatkan hal baik yang sebenarnya kita berkesempatan untuk memilikinya. Prinsip memang harus dipegang, tapi jangan lupa untuk senantiasa berpikir dan bersikap terbuka. Karena kita tidak pernah tahu, hidayah datangnya melalui cara apa. Karena kita tidak pernah bisa menebak, level yang lebih baik itu bisa ditempuh dengan jalan mana.

Semoga kita menjadi orang yang tidak pernah sungkan menerima nasehat.  Apalagi kalau sudah jelas manfaat dan baiknya. Mengapa harus mempersempit diri dengan memikirkannya berulang kali? Waktu kita tidak banyak. Siapa tahu hanya sampai besok. Siapa tahu hanya sampai nanti. Semoga kita bisa menyiapkan bekal kehidupan setelah dunia dengan sebaik-baiknya :")

Mulai sekarang, jangan sungkan memberi nasehat ke saya ya. Kalau saya ada salah, tolong ingatkan saya :)
               


               

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


            Sejak dua hari yang lalu, sosial media di kalangan mahasiswa dibuat heboh oleh aksi berani yang dilakukan Zaadit Taqwa, ketua BEM UI 2018. Zaadit mengacungkan buku berwarna kuning ke Presiden Joko Widodo sesaat setelah presiden menyampaikan pidato di acara Dies Natalis UI ke-68. Dari keterangan media, disebutkan bahwa Zaadit sontak diamankan dari acara tersebut. Setelahnya, account official BEM UI melakukan rilis massa terkait aksi kreatif mereka. Aksi mereka yang bertema #KartuKuningJokowi, membawa 3 substansi tuntutan. Selengkapnya dapat dibaca di postingan BEM UI ini. Postingan tersebut menjadi sangat ramai oleh komentar. Terhitung sejak rilis massa tersebut dipost hingga sekarang, ada 1562 komentar yang beraneka ucap telah ditulis. Komentar datang dari berbagai latar belakang. Isi komentarnya? Macam-macam. Ada yang pro, ada yang kontra. Ada yang mendukung, ada yang mencela. Menarik sekali. Ternyata, berkomentar di sosial media benar-benar semudah ini.

          Saya pribadi sebagai mahasiswa biasa, yang dari luar UI, yang masih minim ilmu apapun tentang itu, jujur, saya ikutan respect! Dengan kata lain, saya sependapat dengan orang-orang yang mendukung aksi tersebut. Benar-benar sebuah keberanian dalam mengkritisi kebijakan rezim. Saya masih percaya dengan kata-kata bahwa mahasiswa masih pada hakikat sebagai control force dan moral forcenya pemerintah. Sebagai pengingat bahwa di negeri ini, belum semua baik-baik saja. Karena kalau bukan mahasiswa yang berani seperti mereka, ya siapa lagi? Para pekerja yang sudah bahagia tidak lagi sebegitu peduli. Remaja-remaja sekarang disibukkan dengan nonton apa di bioskop malam ini. Lalu, anak kecil yang main perosotan? Bukan juga kan. Walaupun dalam kenyataannya, saya tidak bisa juga seperti mereka yang seberani itu. Tidak bisa seperti mereka yang berusaha adil tidak hanya untuk diri sendiri, tapi untuk orang lain. Kalau kata Buya Hamka, “Adil ialah menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak yang empunya dan jangan berlaku zalim di atasnya. Berani menegakkan keadilan, walaupun mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian.” Untuk mereka, para aktivis pergerakan mahasiswa, hormat terbaik dari saya! 

           Yang  ikutan respect dalam aksi tersebut banyak. Namun yang menjadi oposisi tidak kalah banyaknya. Sekilas saya membaca komentar-komentar. Dan yang paling terpatri adalah komentar-komentar kontra yang menjadikan “etika” sebagai alasan. Ada yang berkomentar bahwa aksi tersebut bukan cerminan seorang intelektual. Ada yang berkomentar bahwa aksi tersebut bikin malu almamater. Ada yang berkomentar bahwa aksi tersebut tidak konkrit, “Ke Papua aja sana, jadi relawan, kasih sumbangan, jangan kritik aja bisanya”. Dan beragam komentar senada lain, yang sebenarnya : sah sah aja sih. Namanya juga pengguna sosial media, selalu punya hak untuk berkomentar. Tidak ada larangan supaya mendukung atau tidak mendukung. Atas semua yang mau diungkapkan, boleh-boleh aja!

              Namun lama-lama yang menjadi barisan tidak mendukung itu, komentarnya makin beraneka ragam. Bahkan di akun instagram Zaadit, hingga kini sudah ada 31.324 komentar yang berkaitan dengan aksi kartu kuning Jokowi tersebut dalam postingan terakhirnya pada tanggal 18 Januari lalu. Jumlah komentarnya mengalahkan komentar di postingan Raisa-Hamish pas lagi liburan di India. Isinya macam-macam juga layaknya komentar di postingan akun BEM UI. Namun yang di sini karena lebih menuju ke personal, jadi lebih berasa emosinya. Takutnya, komentar yang kontra seperti ini menjadi cara baru dalam mematikan. Takutnya, komentar yang hampir-hampir mengarah ke cyberbullying ini menjadi upaya baru dalam mematikan. Mematikan control force untuk rezim yang sekarang. Padahal niatnya baik, untuk membersamai yang berkuasa. Untuk mengingatkan apa-apa yang ditakutkan lupa. Kalau dikata cara aksi kartu kuning itu salah dan tidak beretika, lalu yang sempurna bagaimana? Ketika mereka, saya percaya, sudah melakukan cara lain juga.

           Tidak pernah apa-apa memang untuk bereaksi terhadap berbagai aksi yang terjadi. Tidak pernah apa-apa memang untuk memilih pilihan lain dalam membersamai rezim yang bertanggung jawab untuk negeri ini. Namun, semoga tetap menjadi bagian yang baik. Yang tidak mencela dengan berbagai tuduhan yang belum tentu benar. Yang tidak berkomentar tanpa moral. Saya berusaha percaya, siapapun yang berkuasa adalah penerima kritik yang baik. Semoga apa-apa yang telah dilakukan Zaadit, dan “Zaadit-Zaadit” lain dapat didengar dan diterima.

            Salam untuk Pak Jokowi dari para mahasiswa, yang menunggu penyelesaian masalah di negeri ini dengan secepat-cepatnya. Mahasiswa memang belum bisa seberapa untuk melakukan apa-apa (apalagi saya). Karena itu, ijinkan yang berani seperti mereka untuk membersamai. Karena itu, ijinkan untuk saya dan yang lain juga mendukung mereka yang berani. Semoga dapat menjadi cambuk juga agar tidak kalah berani, apapun bentuknya.

               Hidup Mahasiswa Indonesia! Hidup Rakyat Indonesia!


               

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Dulu, dan sampai sekarang, saya masih suka salah fokus. Lebih banyak memperhatikan hal yang sebenarnya bukan hal utama. Kalau untuk urusan-urusan remeh-temeh, dimaafkanlah sekadarnya. Namun kalau sudah menyangkut prasangka, lebih sering melihat sisi buruknya, takutnya menjadi suudzon. Padahal mungkin ada hal-hal lain yang sebenarnya lebih baik untuk dilihat, padahal mungkin ada sisi-sisi lain yang sebenarnya lebih bermanfaat untuk dirasa. Kalau fokusnya ke yang negatif-negatif, siapa yang rugi? Ya saya.

Murabbi saya pernah bercerita tentang seorang anak yang diminta ayahnya untuk pergi beribadah ke masjid. Berangkatlah si anak tersebut. Singkat cerita, setelah dari masjid, anak tersebut pulang ke rumah. Sesampainya, ayah anak tersebut bertanya tentang apa yang anaknya lihat dan dapat ketika di masjid. Apa jawaban anak tersebut?

“Aku melihat ada orang-orang yang tidur-tiduran dan ghibah dengan teman-temannya.”

Lalu anak tersebut diminta oleh ayahnya untuk berjalan mengelilingi masjid dengan membawa cawan berisi air.

“Tidak boleh setetespun air ini tumpah.”, titah sang ayah.

Anak tersebut menuruti kembali apa yang diperintah ayahnya. Ia mengelilingi masjid dan membawa cawan berisi air dengan sangat hati-hati. Lalu anak tersebut kembali lagi ke hadapan ayahnya dengan perasaan berhasil karena tidak menumpahkan air setetespun. Namun apa yang ayahnya tanyakan?

“Anakku, apa yang kamu lihat di sekeliling masjid?”, tanya sang ayah

“Bagaimana aku bisa melihat yang lain, sedangkan aku fokus dengan cawan airku.”, jawab si anak

“Begitulah. Kamu akan mendapatkan apa yang kamu fokuskan. Ketika di masjid dan kamu fokus ke sisi-sisi buruk, maka orang-orang tidur-tiduran dan segerombolan pengghibahlah yang akan kamu lihat. Beda cerita jika fokus tujuanmu adalah beribadah, Anakku.”, kata sang ayah

See? Dari cerita di atas kita bisa melihat bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita fokuskan, kita akan menerima apa yang kita pikirkan. Tertampar sekali, selama ini diri ini masih sibuk dengan apa yang tidak perlu. Padahal ada hal lain yang lebih bermanfaat untuk dilihat. Tidak perlu lelah-lelah untuk hal yang bikin rugi diri sendiri. Sepakat?

Saya jadi teringat tentang salah satu quotes dari Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Bumi Manusia


“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”

Akan tidak adil sekali bukan jika kita lebih banyak melihat sisi buruknya. Hanya akan menjadi cikal suudzon yang jatuhnya merugikan diri sendiri pun ke orang lain. Padahal lebih enak berlaku sebaliknya, berbaik dalam prasangka. Lebih jadi bahagia. Ya, walaupun teori lebih gampang dari prakteknya, tapi semoga dengan waktu bisa jadi kebiasaan. Pun semoga bisa jadi pengingat, minimal untuk diri sendiri. Semangat meel!
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar

         Untuk apa-apa yang seringnya tidak kita syukuri, maafkan kami. Untuk apa-apa yang seringnya kita keluhkan, maafkan kami. Sepertinya karena kita belum banyak tahu tentang cerita-cerita kelaparan di belahan bumi lain. Sepertinya karena kita belum banyak peduli tentang kisah-kisah kehilangan di belahan bumi lain. Yang mereka alami memang tidak terjadi di sini, tetapi satu yang perlu kita tahu bahwa itu : benar-benar terjadi.

               
       
           
       Tetsuko Kuroyanagi adalah penulis buku Totto-Chan : Gadis Cilik di Jendela. Sebuah buku memoar masa kecilnya yang berkisah tentang polosnya kehidupan anak-anak yang belajar di gerbong kereta. Yang dari situ ia belajar tentang nilai-nilai kehidupan, seperti persahabatan, rasa hormat, penghargaan, serta kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Buku tersebut terbit pertama di tahun 1981. Sudah lama, tapi masih bagus dibaca sampai sekarang dan seterusnya. Menarik sekali. Banyak pembelajaran seru yang bisa diambil.

          Selain buku tersebut, Tetsuko juga menulis buku Totto-Chan’s Children, A Goodwill Journey to the Children of the World. Tentang kisah perjalanannya saat menjadi Duta Kemanusiaan UNICEF yang berkeliling di banyak negara dan menjumpai berbagai macam anak. Dari mulai Tanzania hingga Bosnia. Dari mulai bertemu dengan anak-anak yang terjangkit kurang gizi hingga anak-anak yang berada di panti. Juga anak-anak yang hanya bisa merangkak di tanah karena sakit, kedinginan, dan kelaparan.

        Buku ini banyak membuka mata dan menceritakan tentang fakta-fakta anak-anak di belahan bumi lain. Wajar jika sulit membayangkan sebelumnya di dalam kondisi negara kita yang cenderung stabil daripada negara mereka yang tidak.

        Salah satu kisah perjalanan yang cukup on point adalah ketika Tetsuko mengunjungi Haiti. Negara yang dulu memiliki 72% pekerja seks komersial. Termasuk pekerjanya adalah anak-anak belasan tahun. Suatu ketika ia bertemu dengan salah seorang anak berusia 12 tahun. Lalu Tetsuko bertanya,

“Apakah kau tidak takut pada AIDS?”
“Ya, aku takut, tapi bahkan jika aku terkena AIDS, aku akan tetap hidup beberapa tahun lagi, bukan? Kalau aku tidak bekerja, tak ada makanan untuk besok.”

          Keping-keping recehnya untuk menyelamatkan keluarganya dari kelaparan. Sedih banget  :(

          Ada juga dari Etiopia yang mengisahkan tentang keadaan bayi-bayi dan anak-anak yang sangat kurus hingga tulang tengkoraknya tampak jelas. Jika saja dicubit kulitnya, kulitnya tidak kembali ke tempat semula. Sampai-sampai ada anak sembilan tahun yang kebingungan mengapa orang-orang menatapnya. Tetsuko menjawab, “Karena kau sangat cantik.” Padahal bukan. Namun karena wajahnya yang kurus, tulang pipi menonjol hingga tampak seperti mumi. Sebenarnya bukan hal baru bagi Etiopia keadaan semacam ini. Negara ini telah kenyang dengan 30 tahun perang saudara dan berkali-kali diserang kekeringan.

          Terus jadi kepikiran bahwasanya yang kamu keluhkan selama ini belum apa-apa mel, belum apa-apa.

Masih banyak cerita sedih lain (yang kita tidak tahu) di belahan bumi lain. Perjalanan Tetsuko selama 13 tahun menjadi Duta Kemanusiaan membuka mata bahwa ternyata banyak yang belum kita tahu. Apalagi peduli. Ya, buku ini benar-benar mengandung bawang. Sangat turut mengajak pembacanya membayangkan ke sana. Menelusuri kesedihan-kesedihan, kehilangan-kehilangan, kelaparan-kelaparan.

Ternyata benar, untuk apa-apa yang seringnya tidak kita syukuri, maafkan kami.
Semoga kita jadi manusia-manusia yang lebih bisa bersyukur :’)

Bersyukur juga dapat kesempatan meminjam buku ini. Udah buku lama juga, kenapa baru baca sekarang ya. Heu. 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Older Posts

Postingan Populer

  • The Most Beneficial Person Around You (2)
    Dalam rangka melanjutkan tulisan the most beneficial person around you. Tentang teman baik yang saya temukan di tingkat 2 ini. Bukan saya t...
  • Menjadi Anak-anak
    Di usia yang sebenarnya sudah tidak bisa dibilang anak ini, saya masih sering berpikir bahwa menjadi dewasa itu menakutkan. Lebih menyenang...
  • Book Review : Art of Dakwah
                                   Satu hal yang kita tahu pasti dalam kehidupan ini, bahwasanya apabila ada satu hal yang harus kita pertah...
  • #CatatanMahasiswa1 : Babak Baru di Kehidupanmu
    Katanya, mahasiswa itu pemegang status pendidikan tertinggi di negeri ini. Mahasiswa akan belajar ilmu-ilmu. Mereka juga dipercaya untuk me...
  • #Day4- The Most Beneficial Person Around You (except for family)
    Klise sih, tapi saya percaya bahwa  'menjadi manusia yang lebih baik' adalah nasehat harga mati. Tidak seperti bawang di pasar- yan...

Menu

  • Home
  • About

About me

21 th. Student of Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

greet me on ameliarizkis@gmail.com or ig : @ameliarizki_

recent posts

Blog Archive

  • ▼  2018 (12)
    • ▼  April (1)
      • Supermentor-22 : Resep Sukses, Life Skills, dan Et...
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2017 (19)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates