Posts

Showing posts from 2017

The Rangers

Image
Pernah waktu itu di rapat rutin ketiga, mereka bertanya ke saya; apa alasan terpilihnya mereka.Saya bingung menjawab. Bukan karena tanpa alasan, tetapi karna terlalu banyak alasan. Bahkan semua alasan itu sekarang tidak penting untuk dijabarkan karena they do more than what they have promised. Yang artinya mereka melakukan lebih dari apa yang mereka janjikan. ___________________________________ Perkenalkan, mereka adalah humas rangers. Sebutan yang saya sematkan sejak awal untuk 10 orang yang menjadi partner saya di unit humas Senat Mahasiswa STIS  2017/2018 . Bukan partner, tapi guru. Yang sejak temu pertama telah membuat saya percaya bahwa mereka akan banyak bisa mengajarkan saya. Jika ditanya kemampuan, saya percaya mereka sudah bisa. Bahkan jauh melampaui saya yang sebenarnya tidak lebih bisa dari mereka. Jika ditanya pengalaman, saya percaya mereka sudah punya. Bahkan jauh melampaui saya yang sebenarnya tidak lebih punya dari mereka. Lebih dari itu semua, mereka

#CatatanMahasiswa1 : Babak Baru di Kehidupanmu

Katanya, mahasiswa itu pemegang status pendidikan tertinggi di negeri ini. Mahasiswa akan belajar ilmu-ilmu. Mereka juga dipercaya untuk memegang erat masa depan. Menjadi penghubung kebijakan dan pinta rakyat di perjalanan. Segala tuntutan, sempurna tersemat. Menjadikan orang yang baru saja menyandang gelar mahasiswa harus segera berdiri, bergerak, dan berbuat. Ini catatan seorang anak manusia yang sedang menjalankan statusnya sebagai mahasiswa semester 4 naik ke 5. Belum seberapa banyak yang ia tahu, belum begitu banyak yang ia lalui. But from things she does, it's been teach her a lot. So, here we go! Mari bercerita dengan saya :) ............... Sudah lulus dari dunia SMA dan memulai kehidupan baru menjadi mahasiswa. Setelah resmi diterima, kalian akan sibuk menghadapi orientasi mahasiswa baru di universitas kalian masing-masing. Mencari teman baru dan mengadaptasikan diri dengan lingkungan baru. Di awal-awal pasti akan bersemangat memburu buku-buku setebal gaban. Berenca

Takdir Allah Pasti Baik

Belum lama ini ada dua kabar beda rasa yang hadir karena satu hal dalam satu waktu. Kabar pertama adalah kabar gembira dari seorang teman saya yang berhasil lolos interview sesuatu. Kabar gembira yang kedua adalah waah saya turut senang mengetahuinya. Pun saya juga sempat ikut interview, tetapi kalau ditanya hasilnya, saya sendiri tidak. Dua kabar gembira beda rasa. Nyesek-nyesek ikut seneng gitu. Eta terangkanlah.... Dari awal pendaftaran hingga proses seleksi berkas dan interview, kami memang saling berkabar. Tidak ada yang diam-diam ingin lolos sendiri. Namun ya karena eta terangkanlah, takdir masuk hanya ada satu. Dan itu bukan ke saya. Kalau dirasa-rasa, boleh saja ya sepertinya untuk saya mencicip sedikit sedih dan kecewa. Namun kali ini tidak. Kok bisa? Beberapa waktu yang lebih lalu, saya pernah mengalami hal serupa. Lalu beruntun dengan ketidakberuntungan saya lainnya. Sampai suatu hari, untuk ke sekian kali, saya tidak beruntung lagi. Suatu kegiatan yang saya idam-id

Kamu Mendapat Ini di Filosofi Kopi

Dee Lestari telah meramu banyak sekali cerita dengan baik. Dia pandai mengolah dan mencipta suatu rasa novel menjadi enak dicicipi. Tidak pernah lupa bumbu-bumbu. Selalu berakhir sedap bahkan tanpa penyedap. Banyak manusia-manusia di bumi suka karyanya. Oleh karena itu, tak perlu heran, banyak novel Dee Lestari diangkat ke layar lebar. Penjualan tiketnya selalu berhasil dan membuat orang-orang harus antri dengan sabar. Sekarang sedang musim film bagus di bioskop-bioskop. Salah satunya adalah karya Dee Lestari yang difilmkan, Filosofi Kopi 2 : Ben dan Jodi. Sebuah sekuel dari Filosofi Kopi sebelumnya. Dengan pemain utama masih sama ditambah beberapa pemain baru yang tidak kalah kerennya. Sambutan baik dari masyarakat luar biasa hebatnya. Buktinya, penjualan tiket hari-hari awal selalu habis tanpa sisa di beberapa kota di Indonesia. Ngga heran sih soalnya Filosofi Kopi yang pertama teramat bagus memang. Membuat orang yang sudah menontonnya berjanji untuk menonton sekuelnya, jika

Menjadi Anak-anak

Di usia yang sebenarnya sudah tidak bisa dibilang anak ini, saya masih sering berpikir bahwa menjadi dewasa itu menakutkan. Lebih menyenangkan menjadi anak-anak dimana dunia dapat lebih dinikmati dengan lepas. Bebas. Melakukan suatu hal yang kita mau dan berpikir sederhana. Tidak ada kecemasan-kecemasan. Yang ada hanya bangun pagi dan pertanyaan "saya akan bermain apa hari ini". Pagi ini salah satu teman saya di kos bilang ke saya, "Mel kamu kayak anak-anak. Makan terus tiba-tiba bersenandung lagunya Sherina. Di kamarpun, playlistmu lagu anak-anak ya seringnya." Saya tertawa. Pertama saya menertawakan teman saya yang ketauan banget kalau suka perhatian sama saya. Kedua menertawakan diri saya sendiri. Kalau dipikir iya juga ya. Bahkan saya tidak sadar akan hal itu sebelumnya. Yang saya tau, saya suka lagu-lagu ringan yang mengingatkan saya akan masa kecil. Juga, yang membuat saya lupa akan hal-hal yang sedang tidak mau saya pikirkan sekarang. Sesederhana itu

The Most Beneficial Person Around You (2)

Dalam rangka melanjutkan tulisan the most beneficial person around you. Tentang teman baik yang saya temukan di tingkat 2 ini. Bukan saya temukan ding karena tepatnya kita bertemu dan saling menemukan. Wah!  Teman saya ini berhasil bikin saya kecanduan terhadapnya. Saya mencium aroma-aroma bunga segar di taman kalau sedang berada di dekatnya. Seperti aroma melati misalnya. Sedikit horor sih, tapi bikin perasaan ingin menari-nari. Sesederhana itulah perasaan saya dalam menyenanginya. Manis sekali bukan pernyataan saya ini? Jarang sekali saya memuji orang secara terang.  Sebenarnya kami mulai saling tahu sejak pertama kali menginjakkan kaki di 2D. Jadi tahu saja, setelah sebelumnya saling tidak tahu sama sekali. Dulu saya di 1B dan dia jebolan 1D. Cukup sulit bagi kami untuk hafal nama seluruh teman angkatan dalam setahun apalagi jika tidak pernah melalui satu event bersama. Kami berteman layaknya teman kelas pada umumnya. Saling senyum dan saling sapa seutuhnya. Kehidupan berja

Book Review : Art of Dakwah

Image
                               Satu hal yang kita tahu pasti dalam kehidupan ini, bahwasanya apabila ada satu hal yang harus kita pertahankan lebih dari yang lainnya, maka itu pastilah Islam.  Demikian salah satu kutipan isi buku Art Of Dakwah, hasil kolaborasi menakjubkan dari Ustadz Felix Siauw dan Mbak Emeralda Noor Achni aka Benefiko.                 Pertengahan Juni lalu, sebelum keberangkatan saya ke Jogja, saya tertarik membaca karya terbaru dari Ustadz Felix. Awal tertarik karena teaser di instagramnya beliau yang seperti biasa- selalu saja bikin jatuh hati dan penasaran setengah mati.  Lalu ditambah dari cover bukunya yang omaigat, lucu amat! Tangan ajaib Mbak Benefiko memang ngga pernah main-main bikin saya jatuh cinta. Dan akhirnya, di siang itu, buku ini sampai di tangan saya.                 Sesuai dengan judulnya, buku ini bercerita banyak tentang dakwah Islam. Mungkin kebanyakan orang pun saya sendiri pada awalnya, mendengar kata ‘dakwah’ itu seperti sesuatu

#Day4- The Most Beneficial Person Around You (except for family)

Klise sih, tapi saya percaya bahwa  'menjadi manusia yang lebih baik' adalah nasehat harga mati. Tidak seperti bawang di pasar- yang sekalipun mahal- namun tetap bisa ditawar. Jika ditanya the most beneficial person around you, susah susah gampang ya jawabnya. Soalnya banyak sekali orang baik yang bertebaran di mana-mana. Pun masing-masing has their own way to treats us well. Namun karena temanya ini, yoy dengarkan sedikit cerita tentang seseorang yang mampu membuat saya sedikit berbeda dari sebelumnya. ________________________ Saya seorang mahasiswa biasa dengan kondisi agama yang biasa juga. Selama ini saya baru mengerjakan perintah yang wajib- wajib, itupun belum dilakukan secara sempurna. Masih tahapan belajar, tapi karena santai ya jadi lama belajarnya. Masih sering naik turun semangat ibadahnya. Juga, masih suka labil imannya. Aih, ketika ditanya Allah di akhirat kelak, saya mau jawab apa coba :" Beruntung, saya bertemu dengan seorang teman baru d

#Day2- Life Vision and The Missions

Ada alasan yang menjadikan kita bertahan. Dan itu tugas kita; menjabarkannya dengan baik dan rinci.  Hingga pada saat ditanya nanti, kita bisa menjawab dan terang menjelaskan bahwa hidup kita bukanlah suatu kebetulan. Ada alasan-alasan baik yang membuat kita masih berdiri, ada alasan- alasan masuk akal yang membuat Sang Pemilik tidak kecewa- telah menumbuhkan kita hingga detik ini. ________________ Kakak saya mengajak saya bicara serius sore itu. Kami menduduki kursi ruang tengah sambil mendengarkan alunan Banda Neira di Spotify gratisan. Sebenarnya tidak terlalu serius, awalnya. Ada obrolan-obrolan ringan di awal ala-ala. Saling bully. Kesalnya, saya yang selalu kalah. Satu tahun lebih merantau nampaknya belum mengasah ilmu balas bully saya yang dari jaman dulu masih segitu segitu aja. Di tengah percakapan, tiba-tiba kakak saya bertanya, "Apa kabar kuliahmu di sana, nak?" Saya mendongak lalu menjawab dengan santai, "Baik baik aja, doakan nilaiku di seme

Jangan Sampai Lepas

Image
Apa yang sering kita dengar dari Papua? bagian Indonesia yang issu politiknya yang tak kunjung sirna.  Selain itu?  kondisi alam dan lingkungannya yang tidak baik- baik saja.  Padahal, yang belum kita tahu, tersimpan surga kecil di ujung timur Papua. Banyak muslim bersaudara yang lahir dan menghuni tanah di sana. Mereka hidup secara islam. Mereka sholat, belajar mengaji, pun mengenakan pakaian tertutup selayaknya muslim seharusnya.  Namun keadaan mereka belum sebaik muslim di belahan Indonesia lainnya. Belum seperti kita yang untuk mengerjakan urusan agama, fasilitas tersedia tanpa harus susah berupaya. Paling disoroti adalah kondisi mereka dalam belajar mengaji, hal penting untuk memperdalam dan mempertahankan oksigen islam dalam 'sirkulasi' kehidupan. Mereka terkendala bahasa dan bahan materi. Komunitas muslim yang ada pun baru beberapa, belum bisa menutup semua kendala yang ada. Jika membayangkan kehidupan mereka ke depan, wah! apa kabar? mungkinkah surg

Kita Tumbuh dan Bersenyawa

Image
Judul ini saya ambil dari potongan lirik lagu Bersenyawa oleh Ayudia Chairani. Beberapa hari yang lalu, saya menghadiri sebuah seminar kepemudaan yang diselenggarakan oleh Bampu Pelangi, komunitas sosial PKN STAN. Kebetulan pembicara-pembicara yang dihadirkan adalah orang- orang yang keren, salah satunya 2nd Miss World 2015, Maria Harfanti. Saya dan teman-teman yang hadir excited sekali. Terlebih ketika Maria Harfanti menceritakan tentang perjalanan hidupnya yang penuh pengaruh dan prestasi. Di sela-sela materi dari Maria Harfanti, teman sebelah saya menoleh dan berkata "usiaku 20 tahun dan aku gini gini aja" Okay, kalimat itu sempurna mengingatkan saya akan sebuah buku yang sedang sering saya baca, tapi belum selesai. Bukunya Rando Kim yang berjudul Time of Your Life di sampulnya. Rasanya ingin menimpali teman saya tersebut dengan "kamu harus baca buku itu" tapi saya sendiri belum selesai bacanya, pun saya belum bisa soktau. Jadi saya akhirnya hanya

Bukan Sekadar Cantik Duniawi

Ketika kami baru beres- beres lomba menghias kantong angkatan tiba- tiba datang seseorang di balik pintu, seorang kakak tingkat perempuan. Namanya Kak Uti. “Kak Uti, mari kak mari. Lomba Kreasi Korsanya baru saja dimulai, kak. Peserta sudah sibuk berkreasi di tiga kelas. Kak Uti duduk saja dulu di sini. Nanti pas mereka selesai, baru kita masuk, kak.” Tergesa- gesa kami mempersilakan Kak Uti masuk. Ceritanya beliau adalah juri lomba kreasi korsa angkatan 57. “Oh iya dek. Penilaiannya full padu padan busana kan ya? Aku baca di teknis lomba, make-up ngga dipakai” “Iya, kak. Penilaian hanya terdiri dari kreativitas busana, keserasian warna, keserasian antarbagian, dan juga kesopanan, kak. ” Lalu saya menyodorkan lembar penilaian kepada beliau. “Kesopanan? Menarik juga. Nanti aku boleh berkomentar selama penjurian? Aku mau tahu tentang fashion trend di kalangan kalian. Sepertinya ada value-value yang bisa aku sisipkan. Aku mau karena aku berpikir wah melalui ini bisa

Draft #3 Menggariskan Diri : Tekat

Bagi siapapun yang akan terlibat, keyakinan diri dan tekat yang bulat harus dipupuk sejak menjadi biji- yang lama- lama mengakar dan menjulang ke permukaan. Tekat harus senantiasa dipupuk sejak pertemuan- pertemuan pertama. Sejak ada yang menyuarakan bahwa peran ke depan memang harus dilakoni dengan sebaik-baiknya. Ada capaian yang harus diraih, ada target organisasi yang memang harus dikejar nyata.

Draft #2 Menggariskan Diri : Titik

Beberapa bulan berjalan bukanlah waktu yang singkat dalam berproses. Terhitung sejak November hingga sekarang, sudah tidak dapat dihitung lagi berapa kali sedih- senang terlampaui dalam menjalankan amanah ini. Namun ada satu hal yang terkadang lupa untuk diingat kembali; yaitu tentang kabar dalam menggariskan diri. 

Draft #1 : Prolog

Banyak sekali pembelajaran dalam setiap kita menjalani proses. Rekan-rekan seperjuangan dan hal-hal yang terjadi menjadi dua modul terbaik dalam proses yang kita jalani. Berikut adalah segelintir cerita sederhana tentang pembelajaran yang saya dapat dan jejaki di STIS Berseri. Semua yang akan saya ceritakan murni dari sudut saya berdiri- tanpa bisa mewakilkan sudut berdiri rekan lain yang mungkin saja lebih baik. Semoga ada sisi baik yang dapat dipetik :) Berhubung belum terpikir konsep matangnya, catatan akan ditulis sederhana acak untuk sementara.

Senang-senang Berbulu Kerja. Bisa?

Image
Senang-senang Berbulu Kerja. Bisa? UTS sudah empat hari dijalani. Apa kabar? Alhamdulillah rasanya cukup bukti bahwa kita tidak perlu membahasnya lagi. Hehe. Nah sambil refreshing tipis-tipis sebelum 3 matkul (inti) lainnya menanti, kami; saya, Dian, Deas, Rizky, Iqbal, dan Ody memutuskan untuk ikut suatu kegiatan sosial tidak biasa yang diadakan oleh Indonesia Mengajar. Judulnya Festival Ikut Bekerja (FIB). Lucu gitu ya, mau refreshing tapi kok disuruh kerja. Terus maunya gimana 😂 Tenang. Bekerja di sini itu beda. Lalu bedanya?

Husnudhon

Kata temanku, tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah husnudhon 💕 Jengjeng! Di dunia ini, banyak sekali hal yang mudah sekali dipermasalahkan. Banyak sekali hal yang menjadi alasan untuk saling menyalahkan Pada akhirnya tugas kita hanyalah belajar untuk saling berbaik sangka. Lalu saling berterima kasih atas prasangka baik yang kita terima. Terima kasih karena sejatinya kita tak pernah sebaik itu. Terima kasih telah menjadi pengingat bahwa kita harus belajar untuk bisa sebaik itu

Belajar Menjadi Lembut

“Apakah aku jahat?” “Orang itu tidak pernah berhak menyalah- benarkan orang lain. Tapi bagiku kamu baik” “Tapi akhir- akhir ini aku merasa menjadi sesosok penyihir  yang jahat. Aku merasa kalo ngomong itu teriak- teriak. Kasar banget ya hiks. Padahal ngga bermaksud” “Oalah, belajar jadi orang yang lembut. Bertemanlah dengan orang- orang yang berlaku dan bertutur lembut. Lembut tapi tidak lemah” “Udah. Tapi tetap saja aku kurang bisa mengatur lisanku. Kan kasihan kalo orang lain mendengarnya jadi sakit” “Sebenarnya kalo teriakmu membawa manfaat, ngga salah juga sih. Siapa tau yang kupingnya bermasalah gitu jadi lebih denger hehehe” “Tapi kan kita mesti lemah lembut, mbak” “Nah itu. Kita kembali ingat bahwa kita- perempuan- diperintah Allah untuk menjaga tutur dan laku. Jadi yuk lebih berhati- hati. Note to my self juga sih” “Ahsek mbak kata- katamu bikin aku ketawa” “Wkwk. Pokoknya kalo melakukan sesuatu sambil dibayangin juga kalo hal itu kita terima dari orang lain

Sadar Kecuali Tidak

               Sering kali kita menjadi manusia pertama : manusia penuntut.  Menginginkan orang lain menjadi demikian. Menginginkan keadaan berjalan demikian. Tidak apa- apa. Yang apa- apa itu kalau kita menuntut tanpa mengerti. Kalau kita menuntut tanpa memahami.                Sering kali juga kita menjadi manusia kedua : manusia yang suka tidak terima. Tidak terima kalau orang lain menuntut kita menjadi demikian. Tidak terima mengapa kita berada dalam keadaan yang berjalan demikian. Tidak apa- apa. Yang apa- apa itu kalau tidak terimanya dibawa sampai ke hati. Lalu melahirkan prasangka- prasangka buruk lain di kemudian hari.                Sadar kecuali tidak, kita pernah menjadi yang pertama dan kedua. Begitu terus bergantian. Menyalahkan jenis manusia lain tanpa mengingat beberapa waktu yang lalu, mungkin saja kita pernah menjadi manusia jenis itu- jenis manusia yang sekarang ini sedang kita salah- salahkan.                 Haduh, berat ya bahasannya.

Ekspresi Rindu

               Beberapa waktu yang lalu, saya menghadiri sebuah acara internal di kampus yang mendatangkan tiga pembicara. Salah satunya berkata                  “Rindu itu pasti ada. Namun kita kembali ingat bahwa jarak terdekat  dari sebuah rindu adalah doa. Jadi tidak masalah kalau kita sedang dirundung rindu. Allah telah menyiapkan 5 waktu untuk kita mengekspresikannya. Pun itu bisa ditambah. Pokoknya percaya aja, Allah senantiasa punya cara-cara untuk menyampaikan rindu kita. Kurang baik apalagi coba”