Melibatkan Pembiaran



Kita cukup kenyang dengan sarapan cerita orang-orang. Tentang kisah kasih mereka yang sedang mekar-mekarnya. Tentang rindu-rindu yang yang tak direstui karena perbedaan suku. Ataupun tentang puisi-puisi patah hati di sosial media. Cerita tentang itu ada banyak sekali, teman. Dengan berbagai alur dan sudut pandang. Dengan berbagai anggapan klimaks yang mungkin sebenarnya bukan.

            Namun benar kata Tara, ada satu yang kita tau; kita berada dalam ketidakpastian masa depan. Kita berteman sekarang, belum tentu se-berteman ini di masa depan. Kita merasa dekat sekarang, belum tentu akan tetap dekat di masa depan. Semesta itu bergulir. Kita; tidak bisa menjamin keadaan. Orang-orang yang berada di sekitar kita sekarang adalah orang-orang terbaik untuk sekarang. Belum tahu untuk nanti. Apalagi untuk beberapa masa setelah hari ini. Jadi, jangan terlalu bangga dengan hal-hal sementara. Juga, jangan pernah mengawetkan sedih untuk hal-hal yang belum pasti.

            Di satu waktu, saya mendengar cerita teman saya yang sedang berbunga-bunga. Turut senang, semoga yang menjadikan bahagia tidak terlalu sementara. Di waktu lain, saya membaca puisi-puisi patah hati teman saya di akun twitternya. Teman saya yang baik ternyata harus mengalami perihal yang menurutnya tidak baik. Ditinggal “orang terbaik” sehingga hanya bisa merayakan patah dengan ditemani rasa bersalah. Saya tidak akan menanggapi banyak. Toh, kita sudah berada dalam interval usia orang yang seharusnya dewasa. Perasaan-perasaan itu hak. Silakan. Hanya saja, semoga tidak terlalu larut.

            Kita berada dalam usia orang-orang yang seharusnya mengerti apa yang diperbolehkan dan tidak dalam menjalankan interaksi. Kita berada dalam usia yang sudah diharapkan pandai dalam mengelola perasaan. Apapun itu adalah hak, dan orang lain tidak bisa memaksakan kehendak. Hanya saja, ada satu yang kita tau; kita berada dalam ketidakpastian masa depan. Tidak perlu risau dan berlelah-lelah menebak takdir. Yang penting saya dan kamu berteman, tidak pernah bermusuhan. Mari kita jalani saja hari ini, hari esok, dan semoga tidak ada yang tersakiti dan menyakiti. Saling berdoa yang baik-baik, semoga sehat selalu dan tidak pernah lupa makan. Karena yang sejati akan melibatkan pembiaran, bukan?

Comments

Popular posts from this blog

Book Review : Art of Dakwah

Menghadapi Perempuan