Berbicara di Sosial Media


Akhir-akhir ini saya sering lelah sendiri melihat timeline sosial media. Terkadang Instagram tersebar banyak sindiran dan ujaran tidak menyehatkan yang katanya sih bagian dari opini yang berhak diungkapkan. Satu sama lain saling membalas. Story war! Dan yang (berusaha) ngga ikut-ikutan, jadi lelah sendiri lihatnya. Lalu yang salah siapa? Nah di kesempatan kali ini, saya mau bahas sedikit tentang 'permainan' di sosial media.

Subyektif banget dan banyak kurangnya. Ngga apa-apa yang penting obrolin aja! 

Jadi Ikut-ikutan
Media sosial itu pinter banget banget nge-provokasi. Sadar atau tidak, kita akan ikut-ikutan dengan apa yang kita ikuti. Orang yang ngakunya beauty enthusiast follow akun-akun yang suka review produk. Orang yang ngakunya fashion enthusiast follow akun-akun yang selalu ootd dengan fashion terkini. Music enthusiast follow selebgram atau tisartis yang doyan cover lagu-lagu. Politic enthusiast follow tokoh-tokoh negara. Wajar.

Kalau kita follow akun-akun yang kontennya baik, kita pasti akan berproses untuk setidaknya sefrekuensi. Kalau follow akun-akun yang hobi nyinyir, jangan kaget. Kosakata nyinyir kita bisa nambah tanpa perlu buka kamus. Hal tidak baik mudah sekali menular. Dan kita tidak pernah tau sekuat apa imun kita. Jadi ya, kita bisa tertular kapan saja. Ngeri ngga tuh? Jadi, sudah follow siapa dan apa aja kita selama ini?

Banyak Perspektif
Main sosial media berarti main perspektif. Orang ngeshare apa, kita nangkepnya apa. Kita ngeshare apa, orang lain nerimanya gimana. Kita ngga bisa saling menyalahkan satu sama lain. Orang share sesuatu, yang tau niat aslinya cuma dia dan Allah. Orang lain cuma bisa 'merasa' tau dan menilai. Wajar.

Main sosial media berarti kita main dua peran sekaligus. Menjadi yang memberikan konten dan menjadi penikmat konten. Sebenarnya sederhana aja mainnya. Ketika menjadi pemberi konten yang perlu kita lakukan cukup menata ulang niat kita dan memikirkan faedahnya apa. Ketika menjadi penikmat konten yang perlu kita lakukan cukup ambil baiknya aja. Ngga perlu repot repot baper. Sosial media itu maya. Kita bikin story sekarang, besoknya udah ilang. Santai aja sist!

Tujuannya Apa Hayo?
Kita tau banget tujuan setiap orang main sosmed itu bisa aja beda. Ada yang sekadar buat hiburan, selfie banyak update tiap hari. Ada yang untuk membangun citra, bio Instagram lengkap dan postingan isinya prestasi. Ada yang untuk menebar kebaikan, isinya postingan motivasi dan quotes yang menyejukkan hati. Setuju ngga kalau semuanya boleh? Yass, kita ngga punya hak sedikitpun untuk menidakbolehkan. Kita suka, silakan follow. Kita ngga suka, ngga perlu tekan tombol follow.

Namun, yang jadi poin adalah koreksi diri. Kita membiarkan orang lain bukan berarti kita membiarkan diri sendiri. Orang lain silakan aja mau gimana, tapi kitanya? Harus ada kontrol dan sedikit penurunan ego. Kita main sosmed untuk apa ya? Postingan kita lebih banyak manfaat atau mudharatnya ya? Kita tidak pernah lupa bahwa suatu hari nanti, kita bakalan ditanya tentang hidup kita selama ini. Termasuk penggunaan sosmed kita hari ini! Wadidaw! Yuk makin hati-hati.

Menahan Diri
Salah satu yang susah menurut saya saat main sosmed adalah : menahan diri. Setuju ngga? Ketemu teman lama, update sosmed nomer satu, tanya kabar belakangan. Kumpul sama teman se-genk, update sosmed nomer satu, ngobrolnya kapan-kapan. Join acara keren, bikin story dulu dong. 'Hidup gua berfaedah banget wagelaseeh'. Wkwk. Monmaap ya agak lebay, ini ngetiknya sambil ketawa. Wkwk.

Ya intinya gitu. Kita sering sibuk menampilkan diri kita ke dunia. Iya sih, manusia memang butuh pengakuan. Wajar. Dan sosial media juga baik, ia memfasilitasi itu semua. Tapi tapi tapi, alangkah lebih baiknya kita juga memikirkan perasaan orang yang melihatnya. Saya pernah dikasih tau orang yang katanya, kita ngga pernah tau kebahagiaan yang kita bagi bisa jadi benih kesedihan orang lain. Iya sih niat kita ngga buruk, tapi tahan aja dikit. Ngga semua hal harus kita tampilkan. Ini berlaku untuk postingan galau juga. Kebahagiaan itu dijaga bukan hanya diupload. Kesedihan itu dicari solusinya bukan diupload. Mulai sekarang, pinter-pinter menahan diri yuk!

Bicara Baik
Lalu kalau semuanya dibatasi, ngga asik dong main sosmednya? Eits. Sing twenang. Kita boleh kok ngelakuin apa aja, selagi baik dan dalam batasnya. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah memberikan konten yang baik dan bicara baik. Bicara baik? Yang gimana tuh?

Saya habis dengerin video text di akun @wonosobomuda tentang Speak Up. Isinya tentang fenomena sosial media yang orang baik kalah berisik. Banyak kita tau bahwa hate speech, opini opini negatif bertebaran di timeline kita. Katanya, diam itu emas. Padahal dengan keadaan seperti ini, diam ngga mengubah keadaan. Diam malah membuat kejahatan semakin berisik dan menjadi wacana publik. Kita, ngga cukup hanya diam untuk membuat kejahatan bungkam. Kita, harus berani bicara. Dengan bicara baik. Dengan menampilkan konten-konten baik dan menjadikannya mainstream. Isi terus sosial media dengan hal baik yang kita punya. Isi terus sampai kebaikan di sosmed menjadi hal biasa. "Diam adalah perak, berbicara yang baik adalah emasnya.", - Retas Amjad (pengisi konten Wonosobo Muda)


Ntps! Yang artinya ntaps! Sebenarnya, tulisan ini adalah pengingat untuk saya yang sering khilaf dan baper kalau main sosmed hehe. Isi tulisan disadur dari pengalaman sendiri, pengalaman orang lain, dan perspektif-perspektif baru yang saya dapatkan di sosial media juga. Happy enjoying! Bayi suci, kita penuh dosa. Salam!


Comments

Popular posts from this blog

Book Review : Art of Dakwah

Menghadapi Perempuan