#KartuKuningJokowi dan Berbagai Reaksi Tentangnya



            Sejak dua hari yang lalu, sosial media di kalangan mahasiswa dibuat heboh oleh aksi berani yang dilakukan Zaadit Taqwa, ketua BEM UI 2018. Zaadit mengacungkan buku berwarna kuning ke Presiden Joko Widodo sesaat setelah presiden menyampaikan pidato di acara Dies Natalis UI ke-68. Dari keterangan media, disebutkan bahwa Zaadit sontak diamankan dari acara tersebut. Setelahnya, account official BEM UI melakukan rilis massa terkait aksi kreatif mereka. Aksi mereka yang bertema #KartuKuningJokowi, membawa 3 substansi tuntutan. Selengkapnya dapat dibaca di postingan BEM UI ini. Postingan tersebut menjadi sangat ramai oleh komentar. Terhitung sejak rilis massa tersebut dipost hingga sekarang, ada 1562 komentar yang beraneka ucap telah ditulis. Komentar datang dari berbagai latar belakang. Isi komentarnya? Macam-macam. Ada yang pro, ada yang kontra. Ada yang mendukung, ada yang mencela. Menarik sekali. Ternyata, berkomentar di sosial media benar-benar semudah ini.

          Saya pribadi sebagai mahasiswa biasa, yang dari luar UI, yang masih minim ilmu apapun tentang itu, jujur, saya ikutan respect! Dengan kata lain, saya sependapat dengan orang-orang yang mendukung aksi tersebut. Benar-benar sebuah keberanian dalam mengkritisi kebijakan rezim. Saya masih percaya dengan kata-kata bahwa mahasiswa masih pada hakikat sebagai control force dan moral forcenya pemerintah. Sebagai pengingat bahwa di negeri ini, belum semua baik-baik saja. Karena kalau bukan mahasiswa yang berani seperti mereka, ya siapa lagi? Para pekerja yang sudah bahagia tidak lagi sebegitu peduli. Remaja-remaja sekarang disibukkan dengan nonton apa di bioskop malam ini. Lalu, anak kecil yang main perosotan? Bukan juga kan. Walaupun dalam kenyataannya, saya tidak bisa juga seperti mereka yang seberani itu. Tidak bisa seperti mereka yang berusaha adil tidak hanya untuk diri sendiri, tapi untuk orang lain. Kalau kata Buya Hamka, “Adil ialah menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak yang empunya dan jangan berlaku zalim di atasnya. Berani menegakkan keadilan, walaupun mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian.” Untuk mereka, para aktivis pergerakan mahasiswa, hormat terbaik dari saya! 

           Yang  ikutan respect dalam aksi tersebut banyak. Namun yang menjadi oposisi tidak kalah banyaknya. Sekilas saya membaca komentar-komentar. Dan yang paling terpatri adalah komentar-komentar kontra yang menjadikan “etika” sebagai alasan. Ada yang berkomentar bahwa aksi tersebut bukan cerminan seorang intelektual. Ada yang berkomentar bahwa aksi tersebut bikin malu almamater. Ada yang berkomentar bahwa aksi tersebut tidak konkrit, “Ke Papua aja sana, jadi relawan, kasih sumbangan, jangan kritik aja bisanya”. Dan beragam komentar senada lain, yang sebenarnya : sah sah aja sih. Namanya juga pengguna sosial media, selalu punya hak untuk berkomentar. Tidak ada larangan supaya mendukung atau tidak mendukung. Atas semua yang mau diungkapkan, boleh-boleh aja!

              Namun lama-lama yang menjadi barisan tidak mendukung itu, komentarnya makin beraneka ragam. Bahkan di akun instagram Zaadit, hingga kini sudah ada 31.324 komentar yang berkaitan dengan aksi kartu kuning Jokowi tersebut dalam postingan terakhirnya pada tanggal 18 Januari lalu. Jumlah komentarnya mengalahkan komentar di postingan Raisa-Hamish pas lagi liburan di India. Isinya macam-macam juga layaknya komentar di postingan akun BEM UI. Namun yang di sini karena lebih menuju ke personal, jadi lebih berasa emosinya. Takutnya, komentar yang kontra seperti ini menjadi cara baru dalam mematikan. Takutnya, komentar yang hampir-hampir mengarah ke cyberbullying ini menjadi upaya baru dalam mematikan. Mematikan control force untuk rezim yang sekarang. Padahal niatnya baik, untuk membersamai yang berkuasa. Untuk mengingatkan apa-apa yang ditakutkan lupa. Kalau dikata cara aksi kartu kuning itu salah dan tidak beretika, lalu yang sempurna bagaimana? Ketika mereka, saya percaya, sudah melakukan cara lain juga.

           Tidak pernah apa-apa memang untuk bereaksi terhadap berbagai aksi yang terjadi. Tidak pernah apa-apa memang untuk memilih pilihan lain dalam membersamai rezim yang bertanggung jawab untuk negeri ini. Namun, semoga tetap menjadi bagian yang baik. Yang tidak mencela dengan berbagai tuduhan yang belum tentu benar. Yang tidak berkomentar tanpa moral. Saya berusaha percaya, siapapun yang berkuasa adalah penerima kritik yang baik. Semoga apa-apa yang telah dilakukan Zaadit, dan “Zaadit-Zaadit” lain dapat didengar dan diterima.

            Salam untuk Pak Jokowi dari para mahasiswa, yang menunggu penyelesaian masalah di negeri ini dengan secepat-cepatnya. Mahasiswa memang belum bisa seberapa untuk melakukan apa-apa (apalagi saya). Karena itu, ijinkan yang berani seperti mereka untuk membersamai. Karena itu, ijinkan untuk saya dan yang lain juga mendukung mereka yang berani. Semoga dapat menjadi cambuk juga agar tidak kalah berani, apapun bentuknya.

               Hidup Mahasiswa Indonesia! Hidup Rakyat Indonesia!


               

Comments

Popular posts from this blog

Book Review : Art of Dakwah

Salah Fokus