Salah Fokus


Dulu, dan sampai sekarang, saya masih suka salah fokus. Lebih banyak memperhatikan hal yang sebenarnya bukan hal utama. Kalau untuk urusan-urusan remeh-temeh, dimaafkanlah sekadarnya. Namun kalau sudah menyangkut prasangka, lebih sering melihat sisi buruknya, takutnya menjadi suudzon. Padahal mungkin ada hal-hal lain yang sebenarnya lebih baik untuk dilihat, padahal mungkin ada sisi-sisi lain yang sebenarnya lebih bermanfaat untuk dirasa. Kalau fokusnya ke yang negatif-negatif, siapa yang rugi? Ya saya.

Murabbi saya pernah bercerita tentang seorang anak yang diminta ayahnya untuk pergi beribadah ke masjid. Berangkatlah si anak tersebut. Singkat cerita, setelah dari masjid, anak tersebut pulang ke rumah. Sesampainya, ayah anak tersebut bertanya tentang apa yang anaknya lihat dan dapat ketika di masjid. Apa jawaban anak tersebut?

“Aku melihat ada orang-orang yang tidur-tiduran dan ghibah dengan teman-temannya.”

Lalu anak tersebut diminta oleh ayahnya untuk berjalan mengelilingi masjid dengan membawa cawan berisi air.

“Tidak boleh setetespun air ini tumpah.”, titah sang ayah.

Anak tersebut menuruti kembali apa yang diperintah ayahnya. Ia mengelilingi masjid dan membawa cawan berisi air dengan sangat hati-hati. Lalu anak tersebut kembali lagi ke hadapan ayahnya dengan perasaan berhasil karena tidak menumpahkan air setetespun. Namun apa yang ayahnya tanyakan?

“Anakku, apa yang kamu lihat di sekeliling masjid?”, tanya sang ayah

“Bagaimana aku bisa melihat yang lain, sedangkan aku fokus dengan cawan airku.”, jawab si anak

“Begitulah. Kamu akan mendapatkan apa yang kamu fokuskan. Ketika di masjid dan kamu fokus ke sisi-sisi buruk, maka orang-orang tidur-tiduran dan segerombolan pengghibahlah yang akan kamu lihat. Beda cerita jika fokus tujuanmu adalah beribadah, Anakku.”, kata sang ayah

See? Dari cerita di atas kita bisa melihat bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita fokuskan, kita akan menerima apa yang kita pikirkan. Tertampar sekali, selama ini diri ini masih sibuk dengan apa yang tidak perlu. Padahal ada hal lain yang lebih bermanfaat untuk dilihat. Tidak perlu lelah-lelah untuk hal yang bikin rugi diri sendiri. Sepakat?

Saya jadi teringat tentang salah satu quotes dari Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Bumi Manusia


“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”

Akan tidak adil sekali bukan jika kita lebih banyak melihat sisi buruknya. Hanya akan menjadi cikal suudzon yang jatuhnya merugikan diri sendiri pun ke orang lain. Padahal lebih enak berlaku sebaliknya, berbaik dalam prasangka. Lebih jadi bahagia. Ya, walaupun teori lebih gampang dari prakteknya, tapi semoga dengan waktu bisa jadi kebiasaan. Pun semoga bisa jadi pengingat, minimal untuk diri sendiri. Semangat meel!

Comments

  1. saya suka postingan anda yang ini... keren.. lanjutkan bung, ditunggu postingan menarik lainnya, ditunggu hal-hal positif yang anda tularkan lainnya

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Semoga ada manfaat dan selamat berkelana.

Popular posts from this blog

Book Review : Art of Dakwah

Menghadapi Perempuan