Indonesia Mengajar Goes To Community : STIS Mengajar
“Bagaimana caranya agar yang di depan ini dapat terkerjakan 70%, tapi tetap bisa datang ke acara itu?”, tanya saya
dalam hati. Sambil berjibaku dengan laptop, saya galau. Bakalan sayang banget
kalau tidak datang, pikir saya lagi. Memutar otak. Dan aha! Solusinya adalah
kerjakan ini dengan cepat, mandi dengan cepat, jalan dengan cepat, dan kamu
bisa datang ke acara itu!
___________________________________________
Beberapa hari yang lalu dapat
kabar dari adik-adik STIS Mengajar (SM) bahwa pengajuan mereka tembus. “Kita akan kedatangan
IMGTC untuk menjadi narasumber Ruang Inspirasi pengajar SM, kak.” Wah senang
sekali men. Senang sekali rasanya SM bisa menjadi salah satu
bagian dari komunitas yang dituju Indonesia Mengajar Goes To Community (IMGTC);
sebuah program baru dari para alumni Pengajar Muda untuk berbagi semangat dan
cerita. Bukan main!
Kepanitiaan Ruang Inspirasi* segera
dibentuk oleh adik-adik Litbang SM. Persiapan sederhana sana-sini dengan cepat
mereka lakukan. Publikasi disebar. Dan tara! Saya akhirnya bisa jadi bagian
dari peserta yang dapat duduk semangat mendengarkan. So excited selalu dengan
acara ginian. Karena motivasi terbesar saya harus ikut Ruang Inspirasi kali ini
adalah menambah semangat #MenujuPenempatan2ThLagi ahaha. Sebenarnya jelas bakalan
beda ya antara Indonesia Mengajar (IM) dan penempatan anak setis itu sendiri. Namun
kan tujuannya sama. Yap, sama-sama ke ujung negeri demi mengabdi untuk ibu
pertiwi. Jadi ya gitu, apapun akan saya upayakan demi tidak melewatkan acara
ini.
Sebuah potret Pengajar Muda dan penampakan kepala (di depan saya) |
Banyak sekali hal yang saya dan
teman-teman peserta lain dapatkan. Kebetulan yang menjadi narasumber adalah Kak
Randha, Pengajar Muda 13 yang dulu ditempatkan di Kab. Pegunungan Bintang, Papua
selama satu tahun. Kak Randha bercerita tentang suka-duka mengajar di sana. Misal
tentang kondisi ketidakaadaan sinyal hp sampai akhirnya harus terbiasa untuk
naik ke bukit demi sinyal hp satu garis. Keharusan berjalan sejauh 7 km
menyusuri hutan demi sampai ke desa yang dituju. Minimnya tenaga pendidik di
sekolah (awalnya cuma dua; kepala sekoalah dan seorang guru bantu). Beras yang
jadi makanan mewah karena harganya yang mahal. Dan hal-hal lain yang sangat di
luar ekspektasi. Perasaan bimbang benar-benar penuh menggelayut di awal.
“Pengen sih Papua, tapi ya ngga
gini juga.”, pikirnya.
Ahaha.
Namun
itu semua sirna ketika beliau sudah menemui para anak di sana. Ternyata,
anak-anak di sana benar-benar butuh sosok guru untuk mengajari mereka. Seketika
pikiran pesimis hilang. Terganti oleh semangat bahwa Indonesia, dapat diubah dengan cara ini.
Seru sekali mendengar
cerita-cerita tersebut. Benar-benar jadi membayangkan dimanapun penempatan setelah
lulus nanti, sesusah apapun keadaan nanti, kita telah berjanji selalu bersedia
berdiri untuk negeri. Bedanya kalau IM ke ranah pendidikan, kalau kita (mahasiswa
setis) di ranah data. Mereka di sana setahun, kalau kita di sana selamanya. Ahaha.
Pokoknya benar-benar jadi spirit booster
banget.
Satu hal juga yang jadi
favorit adalah tentang misi mereka yaitu membangun jejaring pemimpin masa depan
yang memiliki pemahaman akar rumput. Berkarya tidak terbatas namun dengan tetap
rendah hati. Seperti akar rumput, yang kelihatannya tidak terlihat namun manfaatnya
sangat didapat.
Akhir kata, serius, cerita Pengajar Muda benar-benar jadi reminder bahwa cara terbaik untuk
mengubah adalah dengan ikut turun. Bahwa cara terbaik untuk bermanfaat adalah
dengan ikut terlibat. Konkrit! Maka dari itu, semangat kontributif! Dimanapun
kita sekarang dan nanti, semangat aja! Negara secara nyata sedang menunggu
kita. Semoga kita dapat mengupayakan yang terbaik dan makin mudah menerima! :’) Btw, terima kasih Pengajar Muda dan STIS Mengajar. You have made my day!
*Ruang Inspirasi : program kerja rutin Litbang STIS Mengajar
*Ruang Inspirasi : program kerja rutin Litbang STIS Mengajar
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca. Semoga ada manfaat dan selamat berkelana.