Kamu Mendapat Ini di Filosofi Kopi

Dee Lestari telah meramu banyak sekali cerita dengan baik. Dia pandai mengolah dan mencipta suatu rasa novel menjadi enak dicicipi. Tidak pernah lupa bumbu-bumbu. Selalu berakhir sedap bahkan tanpa penyedap. Banyak manusia-manusia di bumi suka karyanya. Oleh karena itu, tak perlu heran, banyak novel Dee Lestari diangkat ke layar lebar. Penjualan tiketnya selalu berhasil dan membuat orang-orang harus antri dengan sabar.

Sekarang sedang musim film bagus di bioskop-bioskop. Salah satunya adalah karya Dee Lestari yang difilmkan, Filosofi Kopi 2 : Ben dan Jodi. Sebuah sekuel dari Filosofi Kopi sebelumnya. Dengan pemain utama masih sama ditambah beberapa pemain baru yang tidak kalah kerennya. Sambutan baik dari masyarakat luar biasa hebatnya. Buktinya, penjualan tiket hari-hari awal selalu habis tanpa sisa di beberapa kota di Indonesia.

Ngga heran sih soalnya Filosofi Kopi yang pertama teramat bagus memang. Membuat orang yang sudah menontonnya berjanji untuk menonton sekuelnya, jika ada. Ini subyektif sekali opininya. Namun percayalah teman, Filosofi Kopi serius bagus dan terlalu sayang untuk dilewatkan.

Pertama kali saya nonton Filosofi Kopi (yang pertama), saya suka sekali. Itu film yang selalu ada hikmah baik di balik cerita. Nah di tulisan kali ini, dengan suasana hati istimewa, saya akan menceritakan kepadamu tentang hikmah-hikmah baik yang saya terima melaluinya.

1. Persahabatan
Terdengar klise, tapi memang benar adanya. Film ini banyak mengajarkan kepada kita tentang persahabatan. Melalui tokoh Jodi si pemodal kedai dan Ben si barista, kita akan disuguhi cerita tentang mereka berdua dalam mempertahankan kedai Filosofi Kopi. Jodi yang realistis dengan Filosofi Kopinya dan Ben yang ambisius dengan kopinya. Mereka tidak jarang berselisih pendapat, tapi mereka menyelesaikan ego masing-masing dengan hebat. 

2. Belajar Yakin dari Ben
Ben pernah dengan percaya diri menawarkan satu milyar kepada seseorang jika ia gagal membuat kopi paling enak se-Indonesia. Dengan syarat jika Ben berhasil, maka satu milyarlah yang akan Ben dan Jodi terima. Awalnya Jodi marah-marah tidak setuju. Ben dianggal terlalu nekat. Namun ya begitulah Ben, ia berusaha dengan keras membuktikan bahwa dirinya bisa. Ben minta dibelikan biji-biji kopi terbaik dan belajar meraciknya dengan alat-alat terbaik. Ambisi telah ia genggam dengan penuh. Baginya, ia bisa menjadi barista nomor satu yang bisa membuat kopi paling enak se-Indonesia.

3. Belajar Realistis dari Jodi
Jodi adalah pemodal utama berdirinya Filosofi Kopi. Hidupnya penuh perencanaan dan hal-hal wajar. Ia selalu bisa menemukan solusi masuk akal untuk mempertahankan Filosofi Kopi. Misal mengadakan pemasangan wifi untuk Filosofi Kopi demi pengunjung yang diharapkan makin ramai berdatangan. Jodi itu pintar membuat Filosofi Kopi semakin hidup. 

4. Belajar Menerima
Tiba-tiba ada seorang perempuan penikmat kopi yang datang ke Filosofi Kopi. Ia mengatakan bahwa Ben's Perfecto-kopi terbaiknya Ben-rasanya lumayan enak. Namun ada kopi yang lebih enak dari Ben's Perfecto yaitu kopi yang dibuat alami oleh salah seorang petani kopi. Bayangkan bagaimana perasaan Ben kala itu? Bagaimana mungkin Ben's Perfecto-kopi yang berasal dari biji terbaik dan diracik dari alat terbaik-kalah unggul dari kopi buatan petani biasa. Namun memang begitulah adanya. Kopinya Ben memang tidak lebih unggul rasanya. Di sini kita jadi belajar bahwa jangan mudah puas dengan sesuatu. Percaya diri itu bagus, tapi jangan sombong menganggap apa yang kita punya sudah menjadi yang paling baik. Ada kalanya kita belajar dari sesuatu yang bahkan tidak terpikirkan oleh kita sebelumnya.

5. Hidup Indah Begini Adanya
Perjalanan Ben dan Jodi dalam usaha mencari kopi terbaik dan mempertahankan Filosofi Kopi selalu mendapat rintangan yang tidak mudah. Mereka pernah sama-sama merasa lelah. Dan hal seperti itu tidak pernah selesai dalam sekali. Di sinilah sikap baik harus dibentuk yaitu mensyukuri. Hidup memang akan selalu berjalan dan menemui terjal. Lalu tugas kita adalah tetap menganggapnya indah tanpa harus lelah berkeluh kesah.

Wah sebenarnya masih banyak lagi yang belum terceritakan. Intinya itu film bagus sekali. Sekuelnya gimana? Apakah akan lebih bagus dan nilai-nilanyai makin berisi? daripada penasaran, yuk markiton. Mari kita nonton! :)

Comments

Popular posts from this blog

Book Review : Art of Dakwah

Menghadapi Perempuan